3 Kota Besar RI Berdaya Saing Di Tingkat Dunia

Kota besar di Indonesia kembali masuk dalam radar dunia. Kali ini sebanyak tiga kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, dan Bandung masuk dalam kota dengan daya saing terbaik di dunia.

Hal tersebut terungkap dari hasil riset Economist Intelligence Unit (EIU) bekerja sama dengan Citigroup yang diperoleh VIVAnews.com, Rabu, 14 Maret 2012.

Dalam daftar The Global City Competitiveness Index 2012, Jakarta menempati posisi 81 dari 120 kota besar di dunia. Total nilai yang diperoleh Jakarta 44,1. Sementara itu, Surabaya dan Bandung menempati posisi ke-110 dan 114 dunia dengan nilai masing-masing 35,9 dan 34,8.

Sebagai informasi, EIU dan Citigroup menetapkan skala 1-100 untuk menilai daya saing kota besar di 120 negara. Di level Asia Pasifik, peringkat ketiga kota besar di Indonesia itu masing-masing untuk Jakarta (24), Surabaya (40), dan Bandung (43).

Pada pemeringkatan tersebut, kota metropolis di Amerika Serikat, New York, menempati posisi puncak dengan nilai 71,4. Menguntit di posisi berikutnya dalam jajaran lima besar adalah London dengan nilai 70,4, Singapura (70), Hong Kong (69,3), dan Paris (69,3).

Sementara itu, di level Asia Pasifik, kota-kota metropolis utama masih menjadi pemuncak 5 besar. Selain Singapura dan Hong Kong yang berada di posisi pertama dan kedua, tiga kota lainnya adalah Tokyo dengan nilai 68, Sydney 63,1, dan Melbourne 62,7.

EIU menilai daya saing merupakan sebuah konsep holistik. Di samping faktor utama berupa skala dan pertumbuhan ekonomi, penilaian daya saing sebuah kota juga melihat pada dukungan kebijakan dan bisnis, kualitas sumber daya manusia, dan kualitas hidup.

"Faktor-faktor ini tak hanya membantu sebuah kota mempertahankan pertumbuhan ekonomi, tapi juga menciptakan stabilitas dan kondisi sosial serta ekonomi yang harmonis," ujar laporan tersebut.

Ekstradisi RI-Singapura Tak Perlu Renegosiasi

Profesor Hikmahanto mengritik rencana pembahasan kembali ekstradisi RI-Singapura.

 
Sedekah Ilmu - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari ini membicarakan perjanjian ekstradisi dengan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong di Istana Bogor. Dalam pembicaraan itu, menurut SBY, Indonesia mengajak Singapura untuk kembali duduk membicarakan perjanjian ekstradisi.

Namun, ahli hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyebut pertemuan ini perlu diluruskan. Sebab, menurut Hikmahanto, perjanjian tersebut telah selesai dirundingkan, bahkan telah ditandatangani sendiri oleh Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada tahun 2007 di Istana Tampak Siring, Bali.

"Hanya saja perjanjian tersebut belum efektif karena Indonesia belum melakukan ratifikasi," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dalam pesan tertulis kepada VIVAnews, Selasa malam, 13 Maret 2012.

Hikmahanto menjelaskan alasan belum dilakukan ratifikasi karena ketika itu Singapura meminta Indonesia untuk secara tandem meratifikasi perjanjian pertahanan yang dikenal dengan nama Defense Cooperation Agreement (DCA).

Ketika itu DCA oleh banyak kalangan dianggap sangat tidak berpihak pada kepentingan Indonesia. "Akibatnya kehebohan di tingkat publik pun muncul," ucapnya.

Menurut Hikmahanto, publik pun tidak menghendaki buron ditukar dengan kedaulatan. Ini menyebabkan pemerintah mengurungkan niatnya untuk mengajukan RUU Pengesahan Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Pertahanan antara RI-Singapura ke DPR.

"Saat ini bila Perjanjian Ekstradisi hendak dituntaskan, maka perundingan tidak diperlukan lagi," ujarnya.

Adapun yang diperlukan adalah Singapura melepaskan syarat Perjanjian Pertahanan diratifikasi oleh Indonesia ketika Perjanjian Ekstradisi hendak diratifikasi.

Menurut Yudhoyono, dalam pertemuan di Istana Bogor, Singapura merespons baik hal itu. "Respons dari Singapura sebetulnya baik dan mereka juga bersedia manakala kita sudah siap membicarakan kembali dengan cara dan pendekatan yang baik," ujarnya.

Yudhoyono berharap dukungan politik dari bangsa Indonesia agar pemerintah lebih tenang merundingkan hal itu. "Saya tentunya berharap itu bisa dirampungkan dan saya juga menyerukan ketika kita sedang merampungkan atau menuntaskan itu, harapan saya dukungan politik dari bangsa ini juga kuat. dengan demikian kita bisa menggolkan apa yang menjadi keinginan kita," ujarnya.

Pada 27 April 2007, kedua pemerintah sudah sepakati perjanjian ekstradisi dalam pertemuan di Istana Tampak Siring, Bali. Namun DPR menolak meratifikasi perjanjian itu.
• VIVAnews

Wim tak Kaget Indonesia Dibantai Bahrain

VIVAbola - Mantan pelatih Timnas Indonesia yang sekarang ditunjuk sebagai direktur teknik, Wim Rijsbergen, mengatakan hasil buruk yang ditelan 'Pasukan Merah-Putih' saat dibantai Bahrain 10-0 tidak terlalu mengejutkannya.

Pria berusia 60 tahun itu diturunkan dari posisi pelatih setelah menelan lima kekalahan dalam laga kualifikasi Grup E pra-Piala Dunia 2014, dan digeser oleh PSSI ke pos direktur teknik.

Dan menanggapi "skor mencurigakan" yang menghiasai semua tajuk utama berita olahraga internasional itu, Rijsbergen menilai hal tersebut hal yang lumrah karena dicoretnya pemain-pemain Indonesia Super League (ISL), karena bermain di liga yang dinilai PSSI sebagai break-away league.

"Hasil 10-0 itu tidak mengejutkan saya," ujar Rijsbergen kepada De Telegraaf. "Pemain terbaik di Indonesia bermain di kompetisi ilegal karena itu tidak bisa terpilih dalam skuad tim nasional." lanjutnya.

Wim juga mendukung langkah FIFA untuk melakukan investigasi lebih lanjut menyangkut skor mencolok yang sebenarnya bisa meloloskan Bahrain, jika Qatar gagal mengimbangi Iran.

"Biar mereka (melakukan investigasi) dan jika mereka menemukan sesuatu, mereka bisa langsung melakukan intervensi," nilai pria Belanda tersebut.

"Indonesia tidak bisa menyangkal ada sesuatu yang mencurigakan dan dalam masa lalu mereka memang di warnai oleh korupsi," lanjut Wim.

Saat ditangani Wim, Timnas Indonesia yang saat itu masih diperkuat pemain-pemain ISL macam Bambang Pamungkas, Ahmad Bustomi sampai Christian 'El Loco' Gonzales juga gagal mencuri satu poin pun setelah harus mengakui keunggulan Iran, Qatar dan Bahrain sehingga terperosok ke dasar klasemen Grup E.